Merengkuh Kematian Demi Kehidupan

Sudah lama saya tidak menulis blog yang berkaitan dengan spiritual. Sempat sih menceritakan pengalaman meditasi, tetapi tulisan tersebut untuk dimuat di Plum Village temanya tentang Mendamaikan Hati dengan Mindfullness.

Bertepatan dengan Hari Jumat Agung, saya pun memutuskan untuk ibadah di Gereja tempat saya dibaptis dahulu (GKJ Gandaria). Gereja ini terasa nyaman, apalagi biasanya isi kotbah mendamaikan hati. Termasuk tema hari ini, yaitu Merengkuh Kematian Demi Kehidupan. Seperti yang telah diketahui, Jumat Agung merupakan peristiwa Yesus disalibkan hingga mati yang menunjukkan pengorbananNya demi menebus dosa manusia. Sehingga kematian Yesus merupakan pengorbanan bagi semua umat, bagi kehidupan umat.

Hal yang menarik perhatian saya dari kotbah hari ini adalah perumpamaan menggunakan seni Kintsugi atau Kintsukuroi. Seni tersebut berasal dari Jepang yang memperbaiki tembikar atau kerajinan pecah belah yang rusak dengan campuran bubuk emas, perak atau pun platinum.

kintsukuroi

Mangkuk yang sudah pecah atau rusak, direkatkan kembali dengan seni ini tanpa menyamarkan bekas retakannya. Justru menonjolkan bekas retakan dengan perekat yang dicampur dengan emas. Hasilnya justru tampak indah dan meninggalkan jejak sejarah dari retakan tersebut. Tentu saja harganya pun lebih mahal karena biaya perekatnya pun juga lebih tinggi dibandingkan keramik atau porselen itu sendiri.

Demikian juga dengan kehidupan ini yang rusak atau memiliki kesalahan. Kesalahan tersebut sudah telanjur ada. Maka untuk memperbaikinya tak perlu disamarkan, semua orang pasti pernah mengalami kesedihan, duka atau pun masalah yang berat. Berbagai masalah tersebut sudah menempa hidup dan menjadikan pribadi yang lebih berharga saat ini jika diperbaiki dengan kemuliaan. Kehidupan manusia yang telah rusak sebelumnya, menjadi lebih baik dengan kemuliaan dari Yesus sendiri, dengan kasih dari Yesus. Polesan kasih membuat kecacatan dalam hidup justru lebih berharga. Torehan kasih tersebut menjadi karya seni yang indah bagi kehidupan.

Perekatan dengan kemuliaan tentu tak hanya di saat kematian Yesus saja. Tetapi ketika manusia ditempa oleh kesulitan dan cobaan, lalu di saat itu pula keimanannya terhadap Tuhan menguatkan diri, maka itulah bagian dari perekatan yang menambah kehidupan menjadi lebih berharga. Sehingga dengan adanya kasih di setiap cela atau masalah yang menghadang, kehidupan pun menjadi lebih bernilai.

Hal ini mengingatkan saya, ketika saya bersedih ditinggal meninggal oleh suami saya. Untungnya saya memilih untuk mencari kedamaian dengan berbagai hal yang bersifat spiritual. Mencoba meredam kekecewaan dengan kasih. Mempelajari banyak hal demi mendamaikan hati. Hidup saya mungkin telah rusak karena munculnya masalah tersebut. Tetapi dengan iman dan kasih, hidup saya menjadi lebih berharga karena adanya cobaan tersebut.

Perumpamaan lain yang dipakai pada kotbah hari ini adalah mengenai towla/tola atau sejenis ulat berwarna merah. Hal ini sesuai dengan Mazmur 22:7 Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. Ternyata tola, adalah spesies yang mengorbankan dirinya agar anak-anaknya dapat meneruskan hidup. Pada perayaan Jumat Agung ini pun, kita diingatkan bahwa Yesus telah mengorbankan diri demi umatNya. Demi kelangsungan hidup anak-anakNya yang dilingkupi Roh Kudus.

Maka dengan perumpamaan tersebut, kami pun memperingati pengorbanan Yesus dengan simbolisasi towla. Tentu saja tak hanya sekedar memperingati, tetapi dalam kehidupan sehari-hari pun tentunya dijalani dengan mencontoh pengorbanan Yesus. Menjadi pribadi yang mau berkorban dan mulia, karena kita sudah mendapatkan kemulian Yesus itu sendiri dan dilingkupi oleh Roh Kudus.

Leave a comment